Sabtu, Maret 31, 2012

Teringat Kalian "YP-RS"


Siang itu, saat perjalanan balik ke Kota Jogja tak sengaja aku melihat seseorang yang wajahnya mirip sekali dengan wajah temanku. Wajah dengan tatapan sayu dan penuh dengan kelembutan. Wajah yang menampakkan ketegaran dan kepasrahan dalam menghadapi penyakit yang diderita sejak ia masih kecil. Aku sangat berharap orang itu adalah dia, temanku. Saat orang itu mendekat dan duduk di sampingku. Aku merasakan seolah dia adalah dia, temanku. Ingin sekali aku menyapanya. Bertanya kabar dan mengajaknya bernostalgia ke masa-masa dulu, masa SMP di saat kami masih bersama. Tapi, sayang seribu sayang, dia bukanlah dia, temanku. Dia adalah orang lain. Orang asing. Orang yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Saat orang itu menoleh ke arahku, aku segera berpaling. Entah kenapa aku begitu. aku juga tak tahu. Tetapi, saat dia menebar pandangan ke arah lain, diam-diam dan perlahan a ku mencoba untuk mengamati dengan seksama sosok yang sedang duduk di sampingku itu. Setiap kali aku memandang ke arahnya, entah kenapa hatiku sontak menyebut nama itu. Nama yang kini sudah terukir di pusara. Nama yang kini hanyalah tinggal nama dan kenangan semasa hidupnya. Setiap kali hatiku meronta, menjerit dan terus memanggil-manggil nama itu, napasku terasa sesak, hatiku serasa diiris oleh tajamnya sembilu. Terlihat jelas, air mata itu telah menggantung di pelupuk mataku. Tidak. Tidak. Aku tidak boleh menangis. Batinku. Aku menggigit bibirku, mencoba untuk menahan agar air mata itu tak terjatuh. Teman. Meski kini aku tak tahu engkau dimana. Tapi satu keyakinan, engkau telah tenang dan damai disisi-Nya. Teman. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu juga dengan pertemuanku denganmu tujuh tahun yang lalu. Teman, aku akan selalu mengenangmu. Candamu, tawamu, senyummu, guraumu, sikapmu, masih tergambar jelas di mataku. Memorabilia itu masih tersimpan rapi di otakku. Teman. Kini engkau telah pergi sama seperti dia. Teman kita. Teman yang dulu sering menasihatimu, teman yang dulu suka jahil menakutimu akan kematian, teman yang juga sangat pintar dan baik. Tapi, sungguh tak disangka, dia telah berpulang mendahului kita. Dan belum lama, engkau menyusulnya. Ada salah seorang temanku berkata padaku, : “ Mereka yang meninggal di usia muda, merekalah orang-orang yang mulia.”Dan kalian, termasuk didalamnya. Hemmm...Teman. Aku sangat rindu pada kalian. Semoga kita dipertemukan di alam sana. Alam yang konon sangat indah nan mempesona. Abadi pula. Yang tak lain adalah Jannah-Nya. Amin ya robbal alamin.

Untuk mereka yang telah istirahat dengan tenang disisi-Nya. YP & RS

Senin, Maret 05, 2012

Tuhan Dengarkan Aku

Tuhan dimanakah Engkau?
Aku disini selalu menunggu-Mu
Menunggu Engkau tuk mengabulkan semua pinta dan do'aku

Tuhan apakah Engkau mendengarku?
Mendengar semua keluh kesahku
Mendengar semua curahan hatiku
Aku masih disini Tuhan
Menunggu jawaban-Mu
Aku tak ingin lagi melihat tangis sedihmu
Aku tak ingin lagi melihat rintih lelahmu
Aku tak ingin lagi melihat amarah dan kecewamu
Aku tak ingin lagi kau terus memeras keringatmu di tengah terik mentari
Aku tak ingin lagi melihatmu basah kuyup karena hujan yang menderamu
Aku tak ingin lagi melihatmu bingung akan financial yang semakin terpuruk
Aku tak inginmelihatmu sedih karena semua itu
Aku tak ingin  melihatmu lelah dengan semua itu
Kini..
Aku hanya ingin senyum bahagiamu


Sabtu, Januari 14, 2012

Aku terjaga bersama malam
Pekat membayang, remang, gamang
Selalu saja begitu
Angin mendesah dusta terkuak
Tak tahu apa yang kurasa
Hanya bimbang yang berkuasa

Pada malam,bintang,angin dan bulan aku bertanya
Apa yang terjadi?
Apa ini salah?
Salahkah jika aku memilih daki hidupku sendiri?



Kamis, November 24, 2011

,,,,,,,,,????


terksiap dalam jejak penuh tanya
meronta hati yang dahaga akan damai dan ketenangan
tertatih langkah kaki meniti kehidupan tak tentu arah
gamang dalam remang-remang malam
esok tak datang bersama sinar semangatnya
hanya resah dan gelisah yang bermuara
,,,,,,,,dalam kegamangan malam

Jumat, November 18, 2011

September Kelabu



“Hey Sel.  Bagaimana kabarmu hari ini? Apakah sudah lebih baik dari kemaren?” tanya Barbara pada Selly yang terbaring lemah di rumah sakit itu.
“Yaah seperti yang kamu lihat saat ini. Aku sama saja seperti kemaren. Bahkan bisa dibilang kondisiku lebih buruk dari sebelumnya.” jawab Selly ketus.
______________________________________________________________________________

Bel istirahat berbunyi nyaring. Anak-anak menyambutnya dengan riang dan semangat. Mereka  berhamburan meninggalkan ruang kelas masing-masing. Ada yang meluncur ke kantin, perpustakaan, taman, dan banyak juga yang langsung menyambar toilet. Ada juga beberapa  siswa yang memilih untuk tetap standby di ruang kelas dengan alasan malas untuk sekedar beranjak dari duduknya.

“Ra. Ke kantin yuk!” seru Vicky membuyarkan lamunan Barbara.
“Em. Aku lagi males makan ni. Sorry ya.” jawab Barbara dengan sedikit rasa menyesal.
Sejurus Vicky duduk di samping gadis yang berkacamata hitam tebal dan berbehel itu. Mirip sekali dengan Bety Lavea yang ada di telenovela itu.
“Ada apa sih Ra. Kamu punya problem. Cerita dong sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu kamu.” bujuk Vicky yang kini menyandang status sebagai kekasih gadis yang duduk di sampingnya itu.
“Nggak kok. Nggak ada apa-apa.” sambung gadis yang akrab dipanggil Rara itu singkat.
“Kamu bohongkan sama aku. Aku bisa ngebaca dari mata kamu. Ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku kan.?” tanya Vicky dengan gelisah.
“Nggak kok Ki. Nggak ada. Aku baik-baik aja kok. Ya udah deh. Dari pada kamu menginterogasi aku nggak jelas kaya gini mending kita makan di kantin aja. Bagaimana?” Rara berbalik menganjak Vicky untuk makan di kantin sekedar untuk mengalihkan pembicaraan mereka. Dia tidak ingin kekasihnya itu mengetahui permasalahan yang dihadapinya saat ini.
“Kamu yakin tidak apa-apa?” lelaki itu kembali bertanya untuk memastikan apakah ceweknya itu baik-baik saja. Yang ditanya hanya mengangguk pelan.
______________________________________________________________________________

“Selamat sore Om,,Tante.”sapa Rara pada Ayah dan Ibu Selly yang duduk termenung di waiting room.
“Sore Ra. Syukur kamu datang. Ra Om dan Tante bingung mau mencari donor ginjal itu kemana lagi. Ginjal Om dan Tante pun tidak cocok dengan ginjal Selly. Om dan Tante bingung harus berbuat apa lagi.” ujar Om Heri padaku dengan raut gelisah.
Lantas Barbara duduk di kursi sebelah pria setengah baya itu. Ia duduk dengan tenang.
“Om,,Tante. Bagaimana kalau Rara tes ginjal. Siapa tahu ginjal Rara cocok dengan ginjal Selly.” kata Rara dengan penuh hati-hati.
Sejurus ayah dan ibu Selly menatap ke arah gadis yang tak lain adalah sahabat karib putri semata wayangnya itu.
“Kamu yakin Ra?” tanya Tante Fatma keheran-heranan.
“Iya Tante. Saya sangat yakin.” kata gadis polos itu sembari tersenyum simpul.
Setelah mendengar kata-kata dari gadis itu Ibu Selly langsung berhambur memeluk Rara.
“Terima kasih banyak ya sayang.” ucapnya sembari mengelus-elus rambut gadis berbehel itu.
Rara sudah ia anggap seperti putrinya sendiri. Pernah suatu ketika ia menawari kepada gadis itu untuk tinggal di rumahnya, tapi gadis remaja itu menolaknya. Karena ia tak mau merepotkan orang lain dengan kondisinya sekarang. Ia cukup bahagia tinggal di rumah sederhana itu dengan adiknya. “
“O ya Om Tante mending sekarang saja checknya. Bagaimana?” usul Rara sembari memicingkan matanya.
“Boleh. Ayo Tante antar.”
______________________________________________________________________________

“Pagi Ra.” sapa Vicky pada ceweknya itu. Hari ini dia kelihatan sumringah. Seperti habis ketibanan rejeki nomplok saja.
“Pagi Ki.” sahut Rara dengan ramah.
“O ya hari ini aku ada surprise buat kamu. Mau tahu nggak?” godanya.
Surprise?” Apa itu?” tanyaku penuh penasaran.
“ Em kalau aku ngasih tahu sekarang berarti udah nggak surprise lagi dong. Nanti malem kita dinner bareng yuk. Aku ngasih kejutannya sekalian dinner nanti malam. Gimana? tawarnya penuh antusias.
“Emmm...All right.”
“ Di tempat biasa ya. Nanti malam aku jemput kamu sekitar jam 19.30 WIB. Oke.” katanya sumringah.
“Em.” jawab Rara seraya mengangguk pelan.
______________________________________________________________________________

“Siang Om,,Tante.” sapa Rara pada pasangan setengah baya itu.
“Siang Ra. Gimana sekolah kamu. Lancar kan?” tanya Bu Fatma penuh kelesuan.
“Em. Lancar Tante. Gimana keadaan Selly Tante? Apakah sudah mendingan?”
“Ya alkhamdulilah Ra. Kata dokter sudah ada kemajuan yang signifikan daripada kemarin.”
“Syukur deh Tante kalau gitu. O ya Om Tante aku mau nengok Selly dulu ya.” ujarnya sembari menunjuk ke arah ruang di mana Selly di rawat.
“O iya. Sekalian Tante minta tolong ya. Tolong jagain Selly sebentar. Tante dan Om mau cari makan dulu di luar.” seru Bu Fatma.
“O iya. Silakan Tante.” timpalnya.
Setelah mereka berlalu dari hadapan Rara, gadis berkacamata tebal itu langsung menghampiri temannya  Selly yang masih terkulai lemas di ruang rawat inapnya.
“Hey Sel. “ Rara menyapa gadis yang masih menaruh rasa dongkol dan benci pada dirinya itu. Selly tak menjawab. Dia hanya melengos.
“Sel. Kamu masih marah sama aku?” tanya Rara pada Selly. Namun, gadis yang berbaring di sampingnya itu belum juga buka suara.
“Sel. Aku bingung harus bagaimana lagi. Aku benar-benar nggak ngerti dengan semua ini. Kamu marah sama aku begitu saja tanpa alasan yang jelas. Dan kamu juga nggak mau bicara sama aku. Tolong Sel ngomong.” pinta Rara dengan memelas.
“Kenapa kamu mau nyumbangin ginjal kamu buat aku?” tanya Selly dengan sinis.
“Karena aku sangat sayang sama kamu. Aku udah anggep kamu seperti saudara aku sendiri. Kamu bukan hanya sekedar teman bagi aku. Tapi aku sudah menganggap kamu sebagai kakak aku sendiri. Aku sayang sama kamu Sel.” jelasnya dengan mata terbata-bata.
“Kamu sayang sama aku? Tapi kenapa kamu merebut orang yang sangat aku cintai? Apakah itu yang namanya sayang?” kali ini Selly bertanya dengan nada sedikit memuncak.
“Maksud kamu. Vicky. Kamu suka sama Vicky? Aku,,aku benar-benar nggak tahu Sel kalau kamu menaruh hati sama dia.” timpalnya.
“Hem. Tidak tahu atau memang tidak mau tahu. Atau pura-pura tidak tahu. Aku sakit Ra. Selama ini aku sudah ngasih semuanya ke kamu. Aku sudah anggep kamu adik aku sendiri. Kamu kan juga sudah tahu dari awal kalau aku suka sama Vicky. Tapi kamu tetep aja ngedeketin dia. Padahal dia sempet suka sama aku, Tapi kamunya sok cari muka di depan dia. Jujur Ra aku kecewa sama kamu. O ya satu hal lagi,  aku tidak mau menerima bantuan dari orang yang sudah menyakiti aku.” jelasnya.
“Tapi Sel kamu butuh bantuan aku kali ini. Dan ini berpengaruh dengan keselamatan kamu.” jelasnya.
“Buat apa aku hidup jika aku hanya menderita. Lebih baik aku mati daripada aku harus hidup dalam perasaan tersakiti.” tambahnya.
“Sel aku akan lakuin apa saja buat kamu. Asal kamu bahagia.” ujar Barbara.
“Aku tidak perlu omong kosong dari kamu. Tapi aku perlu bukti yang nyata.” katanya sinis.
“Oke. Malam ini juga aku akan ngomong sama Vicky kalau aku nggak suka sama dia. Dan aku akan ngejauhin dia untuk selamanya. Aku akan pergi dari kehidupan dia.Tapi aku mohon, kamu harus mau melakukan transplantasi ginjal itu besok. Demi ayah dan ibu kamu. Demi aku dan juga Vicky. Aku mohon.” pinta Rara dengan memelas.
______________________________________________________________________________

“Kak Rara gimana keadaan Kak Selly. Apakah dia sudah sembuh?” tanya Andine dengan polos.
“Belum sayang. Besok Kak Selly akan menjalani operasi transplantasi ginjal. Ginjal Kak Rara akan aku sumbangkan pada Kak Selly. Supaya Kak Selly cepet sembuh.” jelas Rara pada adiknya yang masih menduduki bangku SD itu.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Tertulis 1 New Messange di LCD handphonenya. Dibukanya. Ternyata dari Vicky kekasihnya.

Say aku jemput sekarang ya. :). Wait me. I will come soon.

Dengan sigap ia segera mereply pesan singkat itu. Ia menuliskan

Ok.

“Ini adalah saatnya memulai sandiwara.” katanya dalam hati.

Dalam hitungan beberapa detik message itu langsung terkirim. Sejurus lelaki itu segera membuka pesan itu. Ia tersenyum. Lantas meluncur menuju pada si pengirim pesan barusan yang diterimanya.

Beberapa menit kemudian Vicky sampai di depan rumah Rara. Rara sudah menunggu di beranda rumahnya. Ia berpamitan pada adiknya. Kebetulan di rumahnya ada Bimo, sepupunya yang bisa ngejagain Andine untuk sementara.
“Nitip Andine dulu ya.” katanya pada Bimo.
“Yaps. Santai aja. Selamat bersenang-senang ya.” ujarnya.
Motor Ninja berwarna biru itupun melesat membawa dua insan itu ke suatu tempat yang telah dijanjikan keduanya.

______________________________________________________________________________

“Ra aku ingin mengatakan sesuatu sama kamu. “ kata Vicky dengan canggung.
“Em. Aku juga ingin mengatakan sesuatu ke kamu.” ucapnya pelan.
“Baiklah. Kamu duluan kalau gitu.” timpalnya sembari tersenyum manis.
“Ky,,,aku mencintai orang lain.” Rara akhirnya mengatakan kebohongan itu.
“Maksud kamu apa Ra? Aku benar-benar nggak ngerti.” tanya Vicky terkaget.
“Maafin aku. Sebenarnya aku nerima kamu hanya untuk pelarian saja. Sebenarnya aku nggak cinta sama kamu. Dan aku nggak mau nerusin hubungan penuh dengan kebohongan ini. Aku ingin mengakhiri ini semua. Sebelumnya aku benar-benar minta maaf. Kamu boleh benci sama aku. Tapi memang itu kenyataannya.” Rara memulai sandiwaranya. Dia mengatakan semua itu dengan berat. Tapi ia harus mengatakan itu semua. Ia harus bersandiwara. Demi Selly. Ia tak ingin melihat temannya itu terluka. Dia tak mau kehilangan sahabat karibnya itu.
“Aku benar-benar nggak nyangka Ra kamu sejahat itu. Aku kira kamu adalah gadis yang polos, baik, dan mencintai aku tapi ternyata selama ini aku salah menilai kamu. Aku benar-benar kecewa Ra sama kamu.” ucapnya dengan mata terbata-bata.
Barbara diam seribu bahasa.Ia berusaha keras menahan air mata yang sudah menggelayut di pelupuk matanya. Jangan sampai lelaki yang sangat ia cintai itu mengetahuinya menitikan air mata. Hatinya benar- benar remuk saat ini. Tapi,  inilah saat-saat yang ia nanti.  Dimana Vicky akan marah padanya. Menghujamnya. Kecewa padanya. Dan akhirnya meninggalkannya.

Tak lama kemudian perjumpaan itu di akhiri. Vicky mengantarkan Rara pulang. Sepanjang perjalanan mereka diam seribu bahasa. Hanya perasaan sedih, kecewa, merasa bersalah, kesal dan dongkol yang berkecamuk di hati mereka.

_________________________________________________________________________________________

Sepulangnya, Rara merasa sangat bersalah dan menyesal. Tapi, ia berusaha untuk meneguhkan hatinya bahwa ini adalah yang terbaik untuk semuanya. Untuk dia, Vicky dan juga Selly.
-
Vicky juga merasakan kesedihan yang sangat mendalam malam itu. Ia benar-benar nggak menyangka kalau selama ini ia hanya ditipu. Dia di bohongi oleh orang yang sangat ia cintai. Hatinya benar-benar hancur. Ternyata dia mencintai orang yang salah. Dia benar-benar menyesal telah mengatakan cinta pada gadis yang telah membohonginya itu. Tiba-tiba bayangan Selly terlintas dibenaknya. Selama ini ia justru mengabaikan orang yang benar-benar tulus mencintainya. Ia tahu bahwa Selly sangat cinta pada dirinya. Tapi ia tak membalas cinta gadis malang itu.Karena ia terlanjur jatuh hati pada sahabat karibnya yang tak lain adalah Rara.
Kini ia berjanji pada dirinya. Ia akan melupakan Rara untuk selamanya. Dan ia akan berusaha untuk membuka hatinya untuk Selly. Ia akan berusaha untuk membalas cintanya. Dia yakin, dia pasti bisa melupakan Barbara dan mencintai Selly.
Ia memandangi cincin permata itu. Cincin yang semula ingin ia lingkarkan dijari gadis yang sangat ia cintai itu. Tapi, ternyata gadis itu justru menyakiti hatinya. Ia kembali menyimpan cincin itu. Cincin itu hanya akan mengingatkannya pada gadis yang tengah ia benci saat ini.
_________________________________________________________________________________________

“Gimana Sel, kamu sudah siap?” tanya Rara pada Selly.
“Em. Terima kasih ya. Kamu benar-benar telah membuktikan padaku akan kata-katamu kemarin. Tadi Vicky ngirim pesan ke aku. Dia bilang sayang ke aku. Dia juga nyemangatin aku. Dan katanya dia akan datang hari ini untuk menunggui aku menjalani operasi nanti. Sekali lagi terima kasih ya.” kata gadis itu sembari tersenyum lebar. Ia sangat bahagia sekali. Akhirnya kesempatan untuk bersatu dengan orang yang ia cintainya itu datang menghampirinya.
Tapi gadis yang kini tengah berdiri di sampingnya justru merasakan sebaliknya. Ia merasa sedih sekali. Mulai saat ini ia akan melihat orang yang dicintainya bersanding dengan orang lain. Yang tak lain adalah sahabat dekatnya sendiri. Tapi disisi lain ia juga merasakan bahagia. Akhirnya ia masih diberi kesempatan untuk membantu temannya itu. Ia bisa membalas budi kepada keluarga yang sangat baik kepada dia dan adiknya itu. Ia merasa lega. Ia berusaha untuk menenangkan hatinya. Karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan orang yang telah ia buatnya kecewa.
“ Ya Tuhan. Berilah aku kekuatan.” do’anya dalam hati.
“Pagi Ra. Gimana kamu sudah siap?” kedatangan Tante Fatma benar-benar mengagetkanku.
“Iya Tante. Rara sudah siap.” jawabnya mantap.
“Gimana kalau kamu sayang. Kamu siap kan?” tanya wanita yang nampak cantik dengan setelan dress warna biru tua yang dikenakannya itu.
“Siap Ma.” jawab Selly dengan wajah riangnya. Hatinya kini sedang berbunga-bunga. Karena hari ini ia akan bertemu dengan orang yang sangat dicintainya. Vicky.
_________________________________________________________________________________________
.
“Vicky tunggu..!” sergah Bams seraya berlari kecil hendak mengejar temannya yang kelihatannya buru-buru itu.
Vicky pun akhirnya berhenti menunggu temannya itu.
“Mau kemana sih?” Kok kelihatannya kamu buru-buru gitu?” cerocosnya.
“Aku mau ke rumah sakit. Nengok Selly. Dia sekarang menjalani operasi transplantasi ginjal.” jelasnya.
“Em aku ngikut ya.” rengeknya Bams pada Vicky.
“Baiklah ayo buruan.” ajak Vicky.
“Em sebentar. Mumpung temen-temen sekelas pada belum balik aku mau koordinasi ma mereka semua. Nanti aku nyusul deh.” tambahnya.
“Baiklah kalau begitu. Aku duluan ya.” pamit Vicky seraya berlalu meninggalkan Bams.
_________________________________________________________________________________________

“Kak Bimo ayo berangkat sekarang.” rengek Andine dengan kekanak-kanakan.
“Iya Din. Ni Kakak baru siap-siap. Ah kamu nggak sabaran banget sih. Sama kayak kakak kamu si Rara. Hemm.” gerutunya pelan.
“Ayo Kak. Buruan.”
Mereka berdua lantas berjalan meninggalkan rumah. Berjalan menuju jalan raya. Menunggu bus lewat untuk menghantarkan mereka ke rumah sakit.
_________________________________________________________________________________________

Siang itu Selly dan Barbara tengah menjalani operasi. Tim operasi pun bertindak secara cepat dan cekatan. Keduanya dalam kondisi stabil dan aman. Semua yang menunggu di luar ruang operasi harap-harap cemas. Bergelayut antara rasa takut, was-was, dan gelisah. Bahkan rasa lapar yang mendera karena tadi pagi belum sempat sarapanpun tidak terasa. Atau mungkin lebih pasnya sengaja tidak dirasa. Tak lama kemudian Vicky datang dan menghampiri kedua orang tua yang sedari tadi  mondar-mandir di lorong rumah sakit itu.
“Om Tante bagaimana operasinya? Berhasil?” tanyanya dengan nafas sedikit tersenggal.
“Belum ada kabar Nak. Dokter juga belum keluar. Padahal operasi sudah dimulai dari tadi pagi jam 9. Tapi dokter juga belum keluar.” jawab Bu Fatma dengan cemas.
“Kita berdo’a saja Tante. Semoga semuanya berjalan dengan lancar dan selamat.” Vicky berusaha untuk menenangkan Ibu dari orang yang tengah mencintainya itu.
“Iya Nak. Kamu benar.” tambahnya.
“O iya. Pasti Om dan Tante belum sempat makan siang kan. Ini saya bawakan makanan. Sebaiknya Om dan Tante makan dulu. Nanti malah sakit kalau nggak makan. Silakan Om,,,Tante.” tawarnya seraya menyodorkan dua bingkisan makanan yang disimpinnya dalam plastik.
“Terima kasih banyak ya Nak Vicky.” ucapnya.
“Iya Om Tante sama-sama.” balasnya.
Tak lama kemudian Bimo, Andine , Bams dan teman-teman kelas Selly tiba di rumah sakit dan telah hadir di tengah- tengah mereka.
“Gimana Vick keadaan Rara dan Selly sekarang?” tanya Bams dengan nafas terengah-engah.
“Mereka berdua masih di dalam. Dan dokter juga belum keluar ngasih kabar. Kita berdo’a saja semoga semuanya baik-baik saja.” ujarnya dengan arif bijaksana.
“Terima kasih ya Nak kalian sudah pada mau datang kemari.” kata Bu Fatma terharu melihat teman-teman Selly datang menjenguk putrinya itu.
“ Iya Tante sama-sama. Ini juga kewajiban kita sebagai sesama manusia harus saling membantu.” ujar Nevy sang ketua kelas.
“Om Tante apakah Kak Barbara dan Kak Selly akan baik-baik saja.” tanya Andine dengan wajah polosnya.
“Tentu sayang. Kita berdo’a saja ya. Semoga Kak Rara dan Kak Selly selamat.” bujuk Bu Fatma pada gadis yang nampak gelisah itu.
“Iya Tante.” katanya manja.”Ya Allah kenapa aku merasa takut. Aku takut kehilangan Kak Rara. Aku takut Kak Rara akan pergi ninggalin aku kaya mimpi aku semalam. Aku takut ya Allah. Ya Allah. Lindungilah Kak Rara dan Kak Selly. Aku mohon, selamatkan mereka.” do’anya dalam hati.
_________________________________________________________________________________________
Dokter dan tim operasi sedang berjuang keras menjalankan operasi itu. Kini dua gadis yang tengah terkulai di antara orang-orang berseragam hijau-hijau itu sedang meregang nyawa. Berada di antara dua dunia. Dua kemungkinan yang terjadi. Berhasil atau gagal.
“Dokter,,,kondisi pasien yang satu ini tiba-tiba melemah. Detak jantungnya sangat lemah Dok. Bagaimana ini?” kata seorang suster nampak kebingungan dengan perubahan yang begitu tiba-tiba.
“Berikan rangsangan Sus. Saya akan menyelesaikan pasien ini.” tuturnya.
“Baik Dok.” jawabnya.”Dok tidak ada respon sama sekali.”
Dokter segera menghampiri gadis malang itu. Mengatasinya. Berusaha memberikan bantuan. Menyelamatkan nyawanya. Tapi....Tuhan berkehendak lain. Gadis itu telah berpulang pada-Nya.
“Nut,,,nut,,,nut,,,nut,,,nut,,,,,,,,,nuuuttt,,,,,,,,,,,,,,”
Tidak ada detak jantungnya. Berhenti. Aliran darah itu. Denyut nadi itu. Nafas itu. Terhenti seketika. Tak ada lagi jiwa yang menghuni raga itu. Hilang . Melayang.
_________________________________________________________________________________________

Keesokan harinya.

Anak kecil itu termenung menangis. Kini mimpi buruk itu jadi kenyataan. Semua yang ia khawatirkan terjadi pada kakaknya. Kini ia hidup sebatang kara. Tapi untung, gadis kecil itu masih punya saudara. Mulai saat itu ia harus meninggalkan rumah sederhana yang begitu terasa nyaman dan memberikan banyak kenangan indah bersama kakak yang sangat ia cintai itu. Ia harus hijrah bersama Bimo ke Bandung.
Mulai saat itu ia harus membuka lembaran hidup baru. Di rumah yang baru, keluarga yang baru, dan juga sekolah serta teman-teman yang baru. Ini  semua dilakukan Bimo supaya bocah kecil yang malang itu cepat melupakan semua kesedihannya.
Tak hanya gadis kecil itu yang merasakan kehilangan. Keluarga Selly, Vicky dan juga teman-temannya juga merasakan kepergian gadis lugu, polos, rendah hati, suka menolong yang terkenal dengan kacamata tebal dan behelnya itu.
“Ayo Din kita berangkat sekarang. Ini sudah siang.” seru Bimo dari beranda.
“Sebentar Kak.”sahut Andine dari dalam rumah.
Selang beberapa menit kemudian gadis kecil itu keluar menghampiri pria yang sedang duduk manis menunggunya.
“Kamu lama banget sih.” gerutunya.
“Maaf Kak. Kak aku menemukan ampop  ini di meja Kak Rara.” kata Andine sembari menyodorkan amplop berwarna merah muda itu.
Bimo segera menerima amplop itu. Ia sangat penasaran dengan isi amplop yang tengah di tangannya itu. Matanya menelisik sampul amplop itu. Tertulis disana :

To :  Vicky

“Andine sayang ayo kita berangkat.” ajaknya pada bocah manis berkepang dua itu.
Bimo sebenarnya ingin sekali mengantar surat itu ke rumah Vicky. Tapi itu tidak mungkin. Bisa-bisa ia ketinggalan kereta. Maka, ia memutuskan untuk mengirimnya via pos saja.
_________________________________________________________________________________________

Sore itu langit tampak hitam. Sepertinya hujan akan mengguyur kota itu. Vicky berharap hujan akan turun malam ini. Biarkan rasa sedih, perih, sakit yang tak terperi itu luluh bersama guyuran hujan yang deras. Berharap akan dapat ketentraman dan ketenangan bersama angin malam dan suasana hujan.
Ia beranjak dari duduknya. Ia tak mau menyiksa dirinya sendiri dengan rasa yang berkecamuk dalam hatinya saat ini.
Tiba-tiba.....
“Pos-pos....” suara pak pos menahan langkah Vicky. Ia pun segera berbalik lantas menghampiri pak pos yang tengah berdiri di luar pagar rumahnya.
“Terima kasih Pak.” ucapnya.
Setelah pak pos berlalu, sejurus Vicky langsung berjalan ke dalam rumah lantas mengunci diri di dalam kamar. Ia sangat penasaran dengan isi surat itu dan siapa pengirimnya. Dengan perasaan memendam seribu tanya, perlahan ia membuka amplop itu dan membacanya.

Jakarta, 23 September 2011
Dear : My beloved friend,
          Satria Vicky Prasetya


Salam sahabat,

Sebelumnya, aku minta maaf apabila aku telah lancang menulis surat ini untukmu. Tapi ketahuilah, aku menulis surat ini hanya untuk menyapamu dan ingin meminta maaf kepadamu. Aku minta maaf telah menyakiti hatimu. Tapi sungguh, aku tak bermaksud demikian. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tahu aku tak mungkin bersamamu.
Vicky, izinkan aku untuk mengucapkan satu kalimat cinta padamu. Untuk terakhir kalinya. Aku sangat mencintai kamu.
Vicky,,aku sangat mencintai Selly dan keluarganya. Mereka juga sangat baik padaku. Aku akan lakukan apa saja demi mereka. Meskipun itu merenggut kebahagiaan aku, akan kulakukan semua itu dengan tulus dan ikhlas.
Vicky, Selly sangat mencintai kamu lebih dari ia mencintai dirinya sendiri. Aku ingin kamu bersatu dengan dia. Aku yakin, kaliah akan bahagia.
Vicky, aku mohon padamu, cintailah Selly dengan setulus hatimu. Jaga dia. Bahagiakan dia dengan cintamu.
Vicky, berjanjilah padaku. Kau tidak akan mengecewakan Selly. Kau tidak akan membuatnya menangis sedih karenamu. Aku tak ingin melihatnya menitikkan air mata dalam setiap malamnya. Aku hanya ingin dia tersenyuim bahagia bersamamu.
Vicky, sekali lagi aku minta maaf kepadamu. Maafkan aku.

Yang selalu mencintaimu,
Claudia Barbara

Lelaki itu menitikan air mata haru. Ia benar-benar tak kuasa lagi untuk menahan semua itu. Ia tenggelam dalam tangis kesedihannya.
“Aku juga sangat mencintaimu Ra. Sampai akhir hayatku. Aku akan tetap mencintaimu.” katanya lirih.

Sabtu, Oktober 08, 2011

Semua Akan Menjadi Indah Pada Waktunya


Kun Fayakun!
Ribuan galaksi terminate dalam kedipan mata
Tapi tak..
Dia mencipatanya dalam enam masa
Kun Fayakun!
Semesta raya luruh seketika
Tapi tak..
Dia kabarkan tanda-tanda kehancurannya
Aha!
Pasti Tuhanku tidak sedang bermain-main
ApalagI main dadu, kapok, rolet, cap jie kia….
Subhanallah….
Dia sedang mengajar manusia
Bahwa semua akin menjadi indah pada waktunya



dikutip dari :